SMS WIDGET

Minggu, 27 Oktober 2013

Makalah Sejarah Pendidikan Islam Masa Bani Abbasiyah



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
MASA DINASTI ABBASIYAH



Description: D:\Sulfi\Logo-stain.gif

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Trstruktur Matakuliah
Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S. Ag., M. Hum.


Oleh:
1.     JAMAL NUR AZIZ      1223301201
2.     MUHAMAD RIFA’I     1223301208



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2013

A.    PENDAHULUAN
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing, bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di Kuttab, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.
            Dengan mempelajari sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya. Oleh karena itu pada makalah ini akan dijelaskan tentang pendidikan pada masa Bani Abassiyah meliputi sejarah, lembaga-lembaga pendidikan serta metode yang digunakan.
B.     PEMBAHASAN
1.      Sejarah Bani Abbasiyah
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid (786 M - 809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M - 833 M). Harun Al-Rasyid oleh para sejarahwan dianggap sebagai khalifah yang paling besar dan cemerlang yang membawa Dinasti Abbasiyah ke zaman keemasannya.[1] Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasan.

2.      Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah
Sebelum munculnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah:[2]
a.       Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada awalnya Kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-anak. Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah munculah jenis Kuttab yang disamping memberikan pelajaran membaca dan menulis, juga mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok ajaran agama, serta pengetahuan dasar lainnya.[3]
b.      Pendidikan Rendah  di Istana
Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua siswa (para pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka.[4]
Guru yang mengajar di Istana disebut Muaddib. Kata muaddib berasal dari kata adab yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan.guru pendidikan di istana disebut muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.
c.       Toko-toko Buku
Pada masa ini, toko buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya toko buku ini tidak hanya menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tetapi juga menjadi pusat studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku dapat berperan sebagai tuan rumah dan juga sebagai pemimpin lingkar studi tersebut.
d.      Rumah Sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan melalui praktikum yang diadakan oleh sekolah kedikteran di luar rumah sakit.
e.       Perpustakaan 
Para ulama  dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya, karya-karya para ilmuan muslim tersebut dihimpun dalam perpustakaan yang tersebar di berbagai kota. Menurut catatan Mehdi Nakosteen ada 36 perpustakaan di Baghdad sebelum akhirnya diluluhlantahkan oleh tentara Hulagu Khan dari Mongol.[5]
 Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
f.       Masjid
Semenjak berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW, Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan.
Pada masa Bani Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di lengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.
Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang khas. Dan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, penyelenggaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah.
g.      Rumah-Rumah Para Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga  rumah-rumah para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah para ulama yang dijadikan tempat belajar adalah rumah Abu Muhammad ibnu Hatim al-Razy al-Hafish seorang muhaddis yang terkenal ketsiqahannya, Ibnu Sina, Al-Gazali, dan Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi.
h.      Madrasah
Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Madrasah yang pertama didirikan adalah madrasah al-Baehaqiyah di kota Naisabur. Pendirian madrasah ini dilatar belakangi karena masjid-msjid telah dipenuhi oleh pengajian-pengajian dari para guru yang semakin banyak, sehingga mengganggu orang yang sedang shalat. Yang menjadikan madrasah ini paling penting fungsinya adalah kelengkapan ruangan untuk belajar yang dikenal dengan ruangan muhadharah serta bangunan-bangunan yang berkaitan dengannya, pengamanan murid dan guru-gurunya.

3.      Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah[6]
Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
1.      Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki. Sedangkan metode Metode ceramah disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2.      Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
3.      Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan  ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.
4.      Kemajuan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah banyak kemajuan- kemajuan yang dapat diraih, diantaranya yaitu:[7]
a.       Kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan
1)      Kemajuan di bidang Ilmu Agama
Ilmu agama yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al Qur’an. Ilmu agama telah berkembang sejak masa Dinasti Umayyah. Namun, pada masa Dinasti Abbasiyah ia mengalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-ulama besar dan karya-karya yang agung dalam berbagai bidang ilmu agama.
2)      Ilmu Tafsir
    Pada masa Abbasiyah ini ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, berangkai dan menyeluruh serta terpisah dari hadis. Pada masa ini muncul berbagai aliran dengan tafsirnya masing-masing, seperti Ahlussunah, Syiah, dan Mu’tazilah. Pada masa ini corak tafsir ada dua macam, yaitu:
Pertama, Tafsir Bi Al Ma’tsur, yaitu penafsiran al quran berdasarkan sanad dan periwayaatan Al Quran. Tokohnya adalah Al Subhi (w.127 H) Muqatil Bin Sulaiman (w.150 H) dan Muhammad Bin Ishaq. Kedua,  Tafsir Bi Al Ro’yi, yaitu penafsiran berdasarkan ijtihad. Tokohnya adalah Abu Bakar Al Asham (w 240 H) dan Abu Muslim Al Asfahani (w. 322 H).
3)      Ilmu Hadis
Pada masa Abbasiyah, kegiatan dalam bidang pengkodifikasian hadis dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya. Pengkodifikasian hadis sebelum masa Abbasiyah dilakukan tanpa mengadakan penyaringan, sehingga bercampur antara hadis nabi dan yang bukan dari nabi. Maka para ulama islam pada masa ini berusaha semaksimal mungkin untuk menyaring hadis-hadis Rasulullah agar diterima sebagai sumber hukum.
Penyaringan hadis diadakan dengan melakukan  kritik terhadap sanad hadis. Metode kritik inilah yang merupakan dasar munculnya kualitas hadis shahih, hasan, dhaif.
Para ulama yang terkenal adalah Imam Bukhari, Abu Muslim al-Jajjaj, Ibnu Majjah, Abu Daud, al-Turmudzi, dan al-Nasai. Karya mereka dikenal dengan nama Ak Kutub As Sittah.
4)      Ilmu Kalam
Ilmu Kalam lahir karena dorongan untuk membela islam dengan pemikiran-pemikiran filsafat dari serangan orang kristen yahudi yang mempergunakan senjata filsafat, dan untuk memecahkan persoalan agama dengan kemampuan pikiran dan ilmu pengetahuan. Pada masa ini muncul ulama-ulama besar dibidang ilmu kalam, yaitu Abi Huzail Al Allaf Al Baqilani, Al Juwaini, Al Ghozali dan Al Maturidi.
5)      Ilmu Fikih
Pada masa ini terdapat empat imam madzhab yang ulung ketika masa itu. Mereka adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

b.      Kemajuan Ilmu Umum
1)      Filsafat
Filsafat muncul sebagai hasil integrasi antara islam dengan kebudayaan klasik Yunani yang terdapat di Mesir, Suria dan Persia, dan mulai berkembang pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun. Tokoh filosof muslim yang tekenal adalah Ya’kub bin Ishaq al Kindi.
2)      Kedokteran
Pada masa ini ilmu kedokteran telah mencapai puncak tertinggi yang melhirkan dokter yang terkenal, yaitu Yuhannah bin Musawaih (w. 242 H). Pada masa ini telah banyak buku-buku kedokteran, karangan dalam bentuk ensiklopedi yang diterjemahkan dalam bahasa latin, dan sebagainya.
3)      Astronomi
Astronomi islam yang terkenal pada masa ini adalah al Fazzari yang pertama kali menyusun atrolaber (Alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang), Al Fargani yang telah mengarang ringkasan ilmu astronomi yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa latin.
4)      Ilmu Pasti / Matematika
Ilmu ini dibawa oleh ilmuan india pada masa khalifah Mansur dalam buku Sindahind, dan diterjemahkan oleh al Fazzari, yang memperkenalkan sistim angka Arab dan angka nol yang kemudian dikembangkan lagi oleh Al Khawarizmi dan Habash yang memuat tabel angka-angka dan kemudian menyusun buku tentang berhitung dan aljabar. Karya yang terkenal adalah Hisab Aljabar wa Al Mukabalah.
5)      Geografi
Pada masa Abbasiyah Perlawatan Kaum muslimin telah sampai ke India, Srilangka, Malaysia, Indonesia, Cina, dan lain lain. Dari perjalanan tersebut kaum muslimin berusaha melukiskan selengkapnya ihwal negeri-negeri yang dilihatnya sehingga melahirkan geografi islam ternama. Mereka adalah Ibn Khardazabah dengan karyanya al Masalik wa al Mamalik, ibn Al Haik dengan karyanya al Ikli, dan sebagainya.

2.    Kemajuan di bidang Teknologi
Pada tahun 765, fakultas kedokteran pertama didirikan oleh Jurjis Ibnu Naubakht. Sekitar tahun 990 M, Ibnu Firnas seorang ilmuwan dari Andalusia (Spanyol) memimpikan bagaimana agar suatu saat manusia bisa terbang bebas di angkasa laksana burung, dia terinspirasi kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, tetapi dia berpikir bahwa manusia biasa tak mungkin bisa naik Bouraq kendaraan Nabi Saw untuk Isra’ Mi’ raj, karena dia hanya manusia biasa, bukan seorang Nabi.
Ibnu Firnas ( Armen Firman ), mulai meneliti gerak aerodinamika, fisika udara, dan anatomi burung dan kelelawar. Sampai pada suatu saat dia menciptakan sebuah alat terbang seperti sayap kelelawar, lalu dia menaiki menara Masjid Cordoba, disaksikan oleh ribuan orang di bawahnya, lalu dia melompat dan melayang terbang sejauh kira-kira 3 km dan mendarat dengan selamat. Ribuan orang bertepuk tangan atas ciptaannya. Sebaliknya masyarakat Eropa yang saat itu sedang di era kegelapan, heboh sendiri karena menganggap Ibnu Firnas melakukan sihir yang mereka saja belum pernah melihatnya. Alat terbang Ibnu Firnas inilah yang menginspirasi Wright Bersaudara menciptakan pesawat terbang pada awal abad 19.

C.    KESIMPULAN
Pada masa Bani Abbasiyah, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sanagat pesat, terutama pada masa kepemimpinan Harun Al-Rasyid, ditandai dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan sebagai tempat menimba ilmu seperti; (1) Kuttab, (2) Pendidikan Rendah  di Istana, (3) Toko-toko Buku, (4) Rumah Sakit, (5) Masjid, (6) Rumah-Rumah Para Ulama, (7) Madrasahkuttab. Selain itu juga dibangun perpustakaan sebagai pusat pengetahuan.
Pada masa ini dikembangkan pula metode dan materi ilmu pengetahuan sehingga tidak hanya mempelajari tentang ilmu agama.
Beberapa metode yang digunakan yaitu: Metode lisan, Metode menghafal, dan Metode tulisan.


DAFTAR PUSTAKA
Saefudin, Didin, Fauzan. 2002. Zaman Keemasan Islam. Jakarta: Grasindo.
Suwito.  2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam.  Jakarta: Kencana.
ab-dina.blogspot.com/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah, diakses 14 Oktober 2013 pukul 15:32.



[1] Didin Saefudin, Zaman Keemasan Islam,(Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 38.
[2] Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta. Kencana, 2008), hlm. 101- 107.
[3] Ibid, hlm. 12.
[4] Ibid, hlm. 13.
[5] Didin, Zaman, hlm. 193.
[6] Suwito, Sejarah,hlm. 13.
[7]ab-dina.blogspot.com/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah, diakses 14 Oktober 2013 pukul 15:32.