SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
MASA DINASTI ABBASIYAH
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Trstruktur Matakuliah
Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S. Ag., M. Hum.
Oleh:
1.
JAMAL NUR AZIZ 1223301201
2.
MUHAMAD RIFA’I 1223301208
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2013
A.
PENDAHULUAN
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah
Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah
Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam.
Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas,
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah
masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi
juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang
dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat
menerima duta-duta asing, bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah,
masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam
fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku
dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu. Sebelum al-Azhar
didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai
tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada
masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca
dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada
masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang
ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah. Pendidikan di
tingkat dasar ini diselenggarakan di Kuttab, dimana al-Quran merupakan buku
teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan
yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan
spesialisasi, pendalaman dan analisa.
Dengan mempelajari
sejarah Islam terutama dalam bidang pendidikan, umat Islam dapat mengambil
contoh pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW,
sahabat dan ulama’ setelahnya. Oleh karena itu pada
makalah ini akan dijelaskan tentang pendidikan pada masa Bani Abassiyah
meliputi sejarah, lembaga-lembaga pendidikan serta metode yang digunakan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Bani Abbasiyah
Kekhalifahan
Abbasiyah (Arab:
الخلافة
العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan
kedua Islam
yang berkuasa di Baghdad
(sekarang ibu kota Irak).
Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan
Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah
dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia.
Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi
Muhammad
yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib
(566-652),
oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus
ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah
naiknya bangsa Turki
yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka
bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk
menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir
atau sultan.
Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb
dan Ifriqiya
kepada Aghlabid
dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya
pada tahun 1258
disebabkan serangan bangsa Mongol
yang dipimpin Hulagu Khan
yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang
dihimpun di perpustakaan Baghdad.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah
Harun Al-Rasyid (786 M - 809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M - 833 M). Harun
Al-Rasyid oleh para sejarahwan dianggap sebagai khalifah yang paling besar dan
cemerlang yang membawa Dinasti Abbasiyah ke zaman keemasannya.[1] Kekayaan yang dimiliki
khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk kepentingan sosial
seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasan.
2.
Lembaga-Lembaga
Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah
Sebelum munculnya sekolah dan universitas yang
kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam
sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non
fomal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya
tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin
luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal
tersebut adalah:[2]
a. Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan
Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat
menulis. Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Kuttab adalah sejenis tempat
belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada awalnya Kuttab berfungsi
sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-anak.
Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah munculah jenis Kuttab yang disamping
memberikan pelajaran membaca dan menulis, juga mengajarkan membaca Al-Qur’an
dan pokok-pokok ajaran agama, serta pengetahuan dasar lainnya.[3]
b. Pendidikan Rendah di
Istana
Corak pendidikan
anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada
umumnya di istana para orang tua siswa (para pembesar istana) yang membuat
rencana pembelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang ingin dicapai orang
tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama
dengan pelajaran pada kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai
dengan kehendak orang tua mereka.[4]
Guru yang mengajar di
Istana disebut Muaddib. Kata muaddib berasal
dari kata adab yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan.guru pendidikan di
istana disebut muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan
mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada
anak-anak pejabat.
c.
Toko-toko Buku
Pada masa ini, toko
buku berkembang dengan pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan. Uniknya toko buku ini tidak hanya menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran
(penjualan) buku-buku, tetapi juga menjadi pusat studi berkembang di dalamnya.
Pemilik toko buku dapat berperan sebagai tuan rumah dan juga sebagai pemimpin
lingkar studi tersebut.
d.
Rumah Sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya
berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga
mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan melalui
praktikum yang diadakan oleh sekolah kedikteran di luar rumah sakit.
e. Perpustakaan
Para ulama dan
sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya
masing-masing dan selanjutnya, karya-karya para ilmuan muslim tersebut dihimpun
dalam perpustakaan yang tersebar di berbagai kota. Menurut catatan Mehdi
Nakosteen ada 36 perpustakaan di Baghdad sebelum akhirnya diluluhlantahkan oleh
tentara Hulagu Khan dari Mongol.[5]
Baitul Hikmah di Baghdad yang
didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari
perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa
arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan
sebuah universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga
dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
f. Masjid
Semenjak berdirinya
dizaman nabi Muhammad SAW, Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi
berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah,
tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi
lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan.
Pada masa Bani Abbasiyah
dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para
pengusaha pada umumnya di lengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas
untuk pendidikan.
Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga
pendidikan yang khas. Dan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah,
penyelenggaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah.
g. Rumah-Rumah Para Ulama’ (Ahli Ilmu
Pengetahuan)
Walaupun sebenarnya,
rumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran
namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam,
banyak juga rumah-rumah para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan menjadi
tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena
ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran di
masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu
pengetahuan daripadanya.
Diantara rumah para ulama yang dijadikan
tempat belajar adalah rumah Abu Muhammad ibnu Hatim al-Razy al-Hafish seorang muhaddis yang terkenal ketsiqahannya, Ibnu Sina, Al-Gazali, dan
Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi.
h. Madrasah
Madrasah sangat
diperlukan keberadaannya sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama
secara teratur dan sistematis. Madrasah yang pertama didirikan adalah madrasah al-Baehaqiyah di kota Naisabur.
Pendirian madrasah ini dilatar belakangi karena masjid-msjid telah dipenuhi
oleh pengajian-pengajian dari para guru yang semakin banyak, sehingga
mengganggu orang yang sedang shalat. Yang menjadikan madrasah ini paling
penting fungsinya adalah kelengkapan ruangan untuk belajar yang dikenal dengan
ruangan muhadharah serta
bangunan-bangunan yang berkaitan dengannya, pengamanan murid dan guru-gurunya.
3.
Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah[6]
Dalam
proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu
aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan
atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode
pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid
hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan
gurunya.
Pada masa
Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
1.
Metode Lisan
Metode
lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian
pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid
mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini
dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang
sulit dimiliki. Sedangkan metode Metode ceramah disebut juga metode
as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan
hafalan, sedangkan murid mendengarkannya. Metode qiro’ah biasanya
digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas
pada masa ini.
2.
Metode Menghafal
Metode menghafal Merupakan ciri
umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang
pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran
berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid
akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya
sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan,
atau memunculkan sesuatu yang baru.
3.
Metode Tulisan
Metode
tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah
pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses
intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode
ini disamping berguna bagi proses penguasaan
ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah
buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku
kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.
4. Kemajuan Pendidikan Islam Pada
Masa Bani Abbasiyah
a. Kemajuan
di bidang Ilmu Pengetahuan
1) Kemajuan
di bidang Ilmu Agama
Ilmu agama yang dimaksud disini
adalah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan
dengan agama dan bahasa Al Qur’an. Ilmu agama telah berkembang sejak masa
Dinasti Umayyah. Namun, pada masa Dinasti Abbasiyah ia mengalami perkembangan
dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-ulama besar dan
karya-karya yang agung dalam berbagai bidang ilmu agama.
2)
Ilmu Tafsir
Pada
masa Abbasiyah ini ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan
dilakukannya penafsiran secara sistematis, berangkai dan menyeluruh serta
terpisah dari hadis. Pada masa ini muncul berbagai aliran dengan tafsirnya
masing-masing, seperti Ahlussunah, Syiah, dan Mu’tazilah. Pada masa ini corak
tafsir ada dua macam, yaitu:
Pertama,
Tafsir Bi Al Ma’tsur, yaitu penafsiran al quran berdasarkan sanad dan
periwayaatan Al Quran. Tokohnya adalah Al Subhi (w.127 H) Muqatil Bin Sulaiman
(w.150 H) dan Muhammad Bin Ishaq. Kedua, Tafsir Bi Al Ro’yi, yaitu
penafsiran berdasarkan ijtihad. Tokohnya adalah Abu Bakar Al Asham (w 240 H)
dan Abu Muslim Al Asfahani (w. 322 H).
3) Ilmu
Hadis
Pada masa Abbasiyah, kegiatan dalam
bidang pengkodifikasian hadis dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari
usaha para ulama sebelumnya. Pengkodifikasian hadis sebelum masa Abbasiyah
dilakukan tanpa mengadakan penyaringan, sehingga bercampur antara hadis nabi
dan yang bukan dari nabi. Maka para ulama islam pada masa ini berusaha
semaksimal mungkin untuk menyaring hadis-hadis Rasulullah agar diterima sebagai
sumber hukum.
Penyaringan hadis diadakan dengan
melakukan kritik terhadap sanad hadis. Metode kritik inilah yang
merupakan dasar munculnya kualitas hadis shahih, hasan, dhaif.
Para ulama yang terkenal adalah Imam
Bukhari, Abu Muslim al-Jajjaj, Ibnu Majjah, Abu Daud, al-Turmudzi, dan al-Nasai.
Karya mereka dikenal dengan nama Ak Kutub As Sittah.
4) Ilmu
Kalam
Ilmu Kalam lahir karena dorongan
untuk membela islam dengan pemikiran-pemikiran filsafat dari serangan orang
kristen yahudi yang mempergunakan senjata filsafat, dan untuk memecahkan
persoalan agama dengan kemampuan pikiran dan ilmu pengetahuan. Pada masa ini
muncul ulama-ulama besar dibidang ilmu kalam, yaitu Abi Huzail Al Allaf Al
Baqilani, Al Juwaini, Al Ghozali dan Al Maturidi.
5) Ilmu
Fikih
Pada masa ini terdapat empat imam
madzhab yang ulung ketika masa itu. Mereka adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
b. Kemajuan
Ilmu Umum
1) Filsafat
Filsafat muncul sebagai hasil integrasi antara islam dengan
kebudayaan klasik Yunani yang terdapat di Mesir, Suria dan Persia, dan mulai
berkembang pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun. Tokoh filosof
muslim yang tekenal adalah Ya’kub bin Ishaq al Kindi.
2)
Kedokteran
Pada masa ini ilmu kedokteran telah
mencapai puncak tertinggi yang melhirkan dokter yang terkenal, yaitu Yuhannah
bin Musawaih (w. 242 H). Pada masa ini telah banyak buku-buku kedokteran,
karangan dalam bentuk ensiklopedi yang diterjemahkan dalam bahasa latin, dan
sebagainya.
3)
Astronomi
Astronomi islam yang terkenal pada
masa ini adalah al Fazzari yang pertama kali menyusun atrolaber (Alat yang
dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang), Al Fargani yang telah
mengarang ringkasan ilmu astronomi yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
latin.
4)
Ilmu Pasti / Matematika
Ilmu ini dibawa oleh ilmuan india pada masa khalifah Mansur
dalam buku Sindahind, dan diterjemahkan oleh al Fazzari, yang memperkenalkan
sistim angka Arab dan angka nol yang kemudian dikembangkan lagi oleh Al
Khawarizmi dan Habash yang memuat tabel angka-angka dan kemudian menyusun buku
tentang berhitung dan aljabar. Karya yang terkenal adalah Hisab Aljabar wa Al
Mukabalah.
5) Geografi
Pada masa Abbasiyah Perlawatan Kaum
muslimin telah sampai ke India, Srilangka, Malaysia, Indonesia, Cina, dan lain
lain. Dari perjalanan tersebut kaum muslimin berusaha melukiskan selengkapnya
ihwal negeri-negeri yang dilihatnya sehingga melahirkan geografi islam ternama.
Mereka adalah Ibn Khardazabah dengan karyanya al Masalik wa al Mamalik, ibn Al
Haik dengan karyanya al Ikli, dan sebagainya.
2. Kemajuan di
bidang Teknologi
Pada tahun 765, fakultas kedokteran pertama didirikan oleh
Jurjis Ibnu Naubakht. Sekitar tahun 990 M, Ibnu Firnas seorang ilmuwan dari Andalusia
(Spanyol) memimpikan bagaimana agar suatu saat manusia bisa terbang bebas di
angkasa laksana burung, dia terinspirasi kejadian Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad
Saw, tetapi dia berpikir bahwa manusia biasa tak mungkin bisa naik Bouraq
kendaraan Nabi Saw untuk Isra’ Mi’ raj, karena dia hanya manusia biasa, bukan
seorang Nabi.
Ibnu Firnas ( Armen Firman ), mulai meneliti gerak
aerodinamika, fisika udara, dan anatomi burung dan kelelawar. Sampai pada suatu
saat dia menciptakan sebuah alat terbang seperti sayap kelelawar, lalu dia
menaiki menara Masjid Cordoba, disaksikan oleh ribuan orang di bawahnya, lalu
dia melompat dan melayang terbang sejauh kira-kira 3 km dan mendarat dengan
selamat. Ribuan orang bertepuk tangan atas ciptaannya. Sebaliknya masyarakat
Eropa yang saat itu sedang di era kegelapan, heboh sendiri karena menganggap Ibnu
Firnas melakukan sihir yang mereka saja belum pernah melihatnya. Alat terbang
Ibnu Firnas inilah yang menginspirasi Wright Bersaudara menciptakan pesawat
terbang pada awal abad 19.
C.
KESIMPULAN
Pada masa Bani Abbasiyah, ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang sanagat pesat, terutama pada masa
kepemimpinan Harun Al-Rasyid, ditandai dengan berkembangnya lembaga-lembaga
pendidikan sebagai tempat menimba ilmu seperti; (1) Kuttab, (2) Pendidikan
Rendah di Istana, (3) Toko-toko Buku,
(4) Rumah Sakit, (5) Masjid, (6) Rumah-Rumah Para Ulama, (7) Madrasahkuttab.
Selain itu juga dibangun perpustakaan sebagai pusat pengetahuan.
Pada masa ini dikembangkan pula metode
dan materi ilmu pengetahuan sehingga tidak hanya mempelajari tentang ilmu
agama.
Beberapa metode yang digunakan yaitu: Metode
lisan, Metode menghafal, dan Metode tulisan.
DAFTAR
PUSTAKA
Saefudin, Didin, Fauzan. 2002. Zaman Keemasan Islam. Jakarta: Grasindo.
Suwito. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
ab-dina.blogspot.com/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah,
diakses 14 Oktober 2013 pukul 15:32.
[1] Didin Saefudin, Zaman
Keemasan Islam,(Jakarta: Grasindo, 2002), hlm. 38.
[5] Didin, Zaman, hlm. 193.
[7]ab-dina.blogspot.com/2012/10/makalah-pendidikan-islam-masa-abbasiyah,
diakses 14 Oktober 2013 pukul 15:32.