SMS WIDGET

Minggu, 17 November 2013

Essay Opini Puisi Abdul Wachid B.S



PUISI, JALAN DAKWAH ABDUL WACHID B.S
ESAI OPINI
Description: D:\Sulfi\Logo-stain.gif
TUGAS
Disusun sebagai Syarat Kelulusan Matakuliah
Bahasa dan Sastra Indonesia
ABDUL WACHID B.S
oleh
MUHAMAD RIFA’I
1223301208
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2013
PUISI, JALAN DAKWAH ABDUL WACHID B.S

Kata Dakwah berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk masdar dari kata da’a-yad’u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Secara istilah dakwah dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT. Pentingnya  dakwah sebagai sebuah aktifitas yang bersifat wajib di dalam islam sangat jelas karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah telah terkodifikasi di dalam kitab suci Al-Qur’an  dan redaksi hadits Rasulallah saw.[1]
                Allah berfirman dalam Surat an-Nahl ayat 125 yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk.”
Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah memerintahkan kita senantiasa menyeru dan mengajak akan kebaikan dan mengikis kemungkaran “amar ma’ruf nahi munkar”. Nabi Muhammad pun mewajibkan semua umat islam untuk berdakwah, senantiasa saling mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai kemampuan masing masing.
Lantas, sebagai seorang muslim, bagaimanakah seorang Abdul Wachid B.S (Penulis buku antologi puisi “Kepayang”) melakukan dakwahnya?
 Dalam ilmu dakwah, Nabi Muhammad saw. telah mencontohkan dakwah kepada umatnya melalui berbagai cara seperti melaui lisan (bil-lisan), perbuatan (bil-haal), atau melalui tulisan (bit-tadwin). Bercermin dari apa yang dilakukan Rasul, maka Abdul Wachid B.S memadukannya dalam sebuah karya sastra yang dapat dinikmati melalui lisan maupun tulisan, Apa itu?
Ya benar, Puisi adalah jalan yang dipilihnya dalam melakukan dakwah. Dalam bait-bait puisi dan sajaknya tergambar jelas ekspresi religiusitas dan lelaku ibadah seorang penyair. Luapan rasa cinta dan kasih sayang menjadi topik pembicaraan utama, hal itu begitu kentara dalam puisi yang berjudul “Jatuh Cinta Kepadamu” :
Jatuh cinta kepadamu
Padang ilalang merayakan kembang putihnya
Musim kemarau tak lagi bernyanyi parau
Lantaran gerimis senja
Mengembalikan sunyi kepada pagi:
Daun dan bunga bermahkota embun

Bait puisi ini mengisasyaratkan perasaan cinta yang meletup-letup, selayaknya sedang dilanda cinta rasa hati jadi berbunga, sesuatu yang mulanya biasa kini berubah menjelma, demi cinta pula seorang lelaki akan merelakan apapun deminya sekalipun akan terasa sakit seperti seorang lelaki yang menyediakan diri untuk disalibkan dengan luka-luka rajam. Namun yang menjadi pertanyaan, siapakah yang sebenarnya ia cintai dalam puisi ini?
Jatuh cinta kepadamu
Tidak terhitung jumlahnya
Harapan menjadi doa-doa yang tidak berkesudahan
Bahwa aku sedemikian kerdil
Untuk memeluk semesta cintamu

Melalui bait puisi ini penyair mencoba meunjukan siapa sesungguhnya ia maksud, ia merasa begitu kecil untuk memeluk cinta-Nya yang begitu agung, Tuhanlah yang sesungguhnya ia maksud. Puisi ini berkisah tentang cinta seorang hamba dengan sang Penciptanya yaitu Tuhan. Untuk menyatakan wujud cintanya ia selalu mengingat dan menyebut-nyebut nama-Nya dengan berdzikir dan bermunajat di tengah malam, ini merupakan lelaku komunikasi berupa ibadah yang coba penyair deskripsikan dalam bait terakhir puisinya yang berjudul “Jatuh Cinta Kepadamu”.
Pesan spiritual penyair juga disampaikan dalam puisinya yang berjudul “di Rumah Itulah”
ada sebuah besi batu yang
bertahtakan lubuk hati :
sebuah rumah tempat memulai
dan mengakhiri pemujaan kepadamu, hyang

di rumah itulah
aku membuka dan menutup pintu
datang dan berlalu
sujud di atas tanah

Mengisahkan tentang kegiatan peribadahannya di dalam sebuah rumah, rumah Tuhan. Disanalah ia melakukan sujud dan bersembahyang, dalam dunia tasawuf kesempurnaan di dunia yang hendak dicapai adalah ketika dapat mencintai Tuhannya, bercumbu mesra dalam manunggaling kawula gusti. Mungkin dari judul buku antologi puisinya “Kepayang” memiliki makna mabuk yang ditimbulkan dari sebuah perasaan cinta pada Tuhannya. Penyair juga mengajak kita untuk senantiasa mengembalikan segala permasalahan hidup hanya kepada Tuhannya, Dialah yang mampu menjawabnya karena segala sesuatu berasal dari-Nya dan akan kembali pula kepada-Nya.
 Dalam kata pengantar buku antologi puisinya “Kepayang”, lee yeon menyampaikan bahwa puisi  Abdul Wachid B.S terasa memiliki nafas tersendiri. Nafas itu terasa seperti lantunan doa. Setiap kali menikmati puisinya, setiap itu pula lee yeon seolah-olah dibawa kepada sosok yang yang sedang melantunkan doa, dan dia seperti mendengar irama doa yang indah dan penuh spirit mencintai Tuhan[2]. Puisinya sarat dengan aroma sufi yang begitu menyentuh, mengajak kita senantiasa mencintai Tuhan yang telah memberi kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.  
Bagi saya pribadi puisi-puisi Abdul Wachid B.S jelas mengandung nilai-nilai dakwah, mengajak kebaikan untuk menebar kasih sayang dan mewujudkan rasa cintanya melalui lelaku ibadah, bertindak pasrah pada sang pencipta sebagai muara dari semua muara kehidupan.
Dakwah bukan hanya milik Kyai, Haji dan Ustadz-ustadz masyhur melainkan milik umat islam. Sudah selayaknya kita mendakwahkan sesuatu yang baik dan mulai mengikis segala kemungkaran berlandaskan rasa cinta dan kasih sayang. Nabi pun mewajibkan semua umatnya melakukan itu sebagaimana ia mampu melakukannya, dan melalui puisilah Abdul Wachid B.S melakukan kewajibannya.



[1] www.wikipedia.com
[2] Kata pengantar buku antologi puisi Kepayang, penulisnya lee yeon merupakan Doktor Ilmu Sastra, dan Dosen Tetap di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS),Seoul, Korea Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar