SMS WIDGET

Minggu, 17 November 2013

Makalah Sosiologi Pendidikan



MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
DALAM MEMPERTAHANKAN KEBUDAYAAN INDONESIA










MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
Matakuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen pengampu: Hj. Tutuk Nimgsih, S. Ag, M. Pd

oleh:
1.      ANA NURJANAH                           1223301189
2.      ARUM PUSPITASANI                   1223301191
3.      MUHAMAD RIFAI                         1223301208
4.      NIMAS AYU YUNITASARI          1223301212   





JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2013
A.    Pendahuluan
Dewasa ini masalah kebudayaan menggerakan pemikiran orang banyak. Para pemimpin Negara, sarjana ekonomi, penasehat social, ahli pendidikan dan semacam itu, di mana-mana selalu menghadapi masalah tersebut. Dalam melaksanakan rencananya mereka selalu sampai pada latar belakang kebudayaan, entah sebagai penghambat, entah sebagai unsur yang harus diintegrasikan agar hasil rencana-rencana tersebut terjamin. Dalam setiap soal daya kebudayaan menampakan diri sebagai faktor yang tak dapat di elakkan, yang mau tak mau harus diperhatikan agar usaha-usaha tersebut tidak gagal. Dari dalam kebudayan orang menggali motif dan perangsang untuk menjunjung perkembangan masyarakat.[1]
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai suku dan kebudayaan, sehingga Indonesia juga mengalami tantangan kebudayaan yang besar. Sehingga begitu menarik apabila berbicara tentang kebudayaan dan masyarakat Indonesia. Didalam makalah kami yang berjudul “ Masyarakat dan Kebudayaan dalam Mempertahankan Kebudayaan Indonesia” membahas tentang apa itu kebudayaan, unsur-unsur kebudayaan, dan hubungan masyarakat dalam kebudayaan. Dengan kita mengetahui apa itu budaya dan bagaimana hubungannya dengan masyarakat, maka kita akan mengetahui bagaimana masyarakat Indonesia dapat mempertahankan kebudayaan yang dimilikinya.

B.     Pengertian Manusia dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positif ataupun negatife.[2]
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskertabudhayah” yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli:
1.      E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.      R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3.      Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah belajar.[3]
4.      Ki Hajar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.[4]
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material ataupun non material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.[5]

C.    Unsur-Unsur Kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan:
1.      Kepercayaan
Kepercayaan bisa berupa pandangan-pandangan atau interpretasi-interpretasi tentang masa lampau, penjelasan-penjelasan masa sekarang  prediksi-prediksi tentang masa depan dan juga bisa berdasarkan common sense, akal sehat, kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan atau suatu kombinasi antara semua hal tersebut.
Ada pandangan bahwa kepercayaan tentang dunia material (bagaimana meramalkan cuaca atau membangun sebuah rumah yang kokoh). Adapula kepercayaan tentang hal-hal yang tidak tampak (roh manusia, kehidupan sesudah mati, dan segala yang bersifat illahi). Kebudayaan membuat perbedaan antara pandangan yang bisa dibuktikan dan yang tidak bisa dibuktikan.
Kepercayaan mmbentuk pengalaman, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Misalnya, orang barat percaya bahwa  waktu tidak dapat berbalik atau berulang. Mereka mempunyai persepsi waktu linear, yakni bahwa waktu bergerak lurus kedepan. Waktu bergerak dari suatu titik awal menuju kesuatu titik tujuan. Waktu bergerak kedepan, karena itu ada kemajuan. Disini orang tidak percaya pada nasib ataupun takdir. Kemajuan dan perubahan masyarakat tergantung pada usaha dan kerja keras manusia.
2.      Nilai
Jika kepercayaan menjelaskan apa itu sesuatu, nilai menjelaskan apa yang harus terjadi. Nilai itu luas, abstrak, standar kebenaran yang harus dimiliki, yang diinginkan, dan yang layak dihormati. Meskipun mendapat pengakuan luas, nilai-nilai pun jarang ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Namun nilailah yang menentukan suasana kehidupan, kebudayaan dan masyarakat.
Nilai mengacu pada apa atau sesuatu yang oleh manusia dan masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga. Dengan perkataan lain, nilai itu berasal dari pandangan hidup suatu  masyarakat. Perbedaan pandangan menimbulkan  perbedaan nilai diantara masyarakat. Contohnya, masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi apa yang disebut kekeluargaan, keselarasan, dan gotong royong. Sedangkan masyarakat Barat sangat mengagungkan individualisme.  Namun tak boleh dilupakan bahwa manusia dan masyrakat manapun umumnya memperjuangkan dan membela nilai-nilai dasar yang sama, seperti cinta, kebaikan, keindahan, keadilan, persaudaraan, dan sebagainya.  Perjuangan ini menunjukan bahwa manusia pada dasarnya memiliki martabat dan cita-cita yang sama.
3.      Norma dan Sanksi
Norma adalah suatu aturan khusus, atau seperangkat peraturan tentang apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan manusia. Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berperilaku atau bertindak. Norma adalah standar yang ditetapkan sebagai garis pedoman bagi setiap aktivitas manusia.
Ada norma yang disebut mores atau tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan, di pihak lain melarangnya. Contoh mores, kebudayaan kita menentang kanibal.
Ada pula norma yang disebut folkways atau kebiasaan, yaitu perbuatan yang diulang dalam bentuk yang sama. Misalnya, setiap pagi orang membersihkan, menggosok gigi, dan memakan buah setelah makan nasi.
Jika norma-norma adalah garis pedoman, sanksi-sanksi merupakan kekuatan penggeraknya. Sanksi adalah ganjaran atau hukuman yang memungkinkan orang mematuhi norma. Sanksi-sanksi itu bisa bersifat formal dan bersifat non formal. Pelanggaran terhadap norma akan mendatangkan sanksi-sanksi tertentu. Tanpa sanksi, norma-norma kehilangan kekuatan.
4.      Teknologi
Pengetahuan dan tekhnik-tekhnik suatu bangsa dipakai untuk membangun kebudayaan materialnya. Dengan pengetahuan dan tekhnik-tekhnik yang dimilikinya, suatu bangsa membangun lingkungan fisik, sosial dan psikologi yang khas. Sebagai hasil penerapan ilmu, tekhnologi adalah cara kerja manusia. Dengan tekhnologi manusia secara intensif berhubungan dengan alam dan membangun kebudayaan dunia sekunder yang berbeda dengan dunia primer (alam).
5.      Simbol
Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna sebuah salib atau suatu patung Budha, suatu konstitusi, suatu bendera. Simbol-simbol seperti bendera atau salib menampakkan kepercayaan, nilai-nilai, dan norma-norma kultural, dan mengandung banyak arti. Simbol-simbol lain seperti tanda-tanda lalu lintas mempunyai arti yang lebih sempit dan spesifik.
6.      Bahasa
Bahasa adalah “gudang kebudayaan”. Berbagai arti yang diberika manusia terhadap objek-objek, peristiwa-peristiwa dan perilaku merupakan jantung kebudayaan. Kemampuan untuk melakukan komunikasi simbolik, khususnya melalui bahasa, membedakan manusia dari hewan. Namun bahasa bukan sekedar komunikasi atau sarana mengekspresikan sesuatu. Dengan bahasa manusia dapat menciptakan dunianya yang khas manusiawi (kebudayaan). Dengan bahasa manusia membangun cara berfikir. Denga manusia bahkan manusia dapat menciptakan diri sendiri.
7.      Kesenian
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik. Menurut Koetjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan: Sisteem religi dan upacara keagamaan, sistem sosial dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem tekhnologi dan peralatan.

D.    Wujud dan Ciri-Ciri Kebudayaan
Wujud kebudayaan yaitu:
1.      Wujud ideal
Wujud ideal adalah wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dsb. Wujud ini disebut ideal karena sifatnya yang abstrak, tak bisa diraba.
2.      Sistem sosial
Manusia tidak hanya berfikir dan mencetuskan ide-ide. Manusia juga tidak hanya berharap  dan mencita-citakan sesuatu yang baik. Manusia pun berusaha mewujudkan apa yang dipikirkan dan dicita-citakan.
3.      Kebudayaan fisik
Kebudayaan fisik meliputi  atau objek fisik hasil karya manusia, seperti rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan, jembatan, mesin-mesin, dsb. Karena itu sifatnya paling konkret, mudah di observasi, diraba. Kebudayaan fisik mrupakan hasil dari aktifitas sosial manusia.
Selain memiliki wujud, kebudayaan juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Kebudayaan adalah produk  manusia, kebudayaan adalah ciptaan manusia, bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sjarah dan kebudayaannya.
2.      Kebudayaan selalu bersifat sosial, kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama, bukan karya individu.
3.      Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar , kebudayaan diwariskan dari generasi yang satu ke generasi yang lainnya melalui suatu proses belajar.
4.      Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi akan kehadiran manusia. Kebudayaan disebut simbolik karena mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.
5.      Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Cara manusia memenuhi kebutuhan hibupnya berbeda dengan hewan.[6]

E.     Kebudayaan Nasional

Kebudayaan adalah bentuk masyarakat yang membentuk jatidiri suatu bangsa. Menurut KBBI nasional berarti bersifat kebangsaan, berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, mliputi  suatu bangsa. Istilah “bangsa” mngacu pada: 1). Kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerntah sendiri. 2)kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi.
Kebudayaan nasional diartikan sebagai kebudayaan yang dianut olh semua warga dalam suatu negara, maksudnya keseluruhan cara hidup, cara brfikir dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam seluruh segi kehidupannya dalam rang dan waktu tertentu. Menurut Prof. Nugroho Notosusanto kebudayaan nasional adalah kebudayaan-kebudayaan daerah dan kebudayaan kesatuan.
Kebudayaan nasional adalah puncak-puncak kebudayaan nasional, tapi tidak berarti semua unsur kebudayaan tradisional yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia merupakan unsur kebudayaan nasional. Unsur-unsur tradisional yang dominan dalam kebudayaan nasional ialah agama, bahasa (bahasa daerah), kesenian, tekhnologi dan arsitetur tradisional, organisasi sosial adat, dan pengtahuan (obat-obatan) tradisional. Unsur-unsur yang modern dalam kebudayaan nasional yakni ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern-canggih beserta nilai-nilai pendukungnya sebagaimana tertera diatas.

F.     Hubungan antara Manusia, Kebudayaan dan Masyarakat
Manusia hidupnya selalu di dalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekedar ketentuan (konsteren) semata-mata, melainkan mempunyai arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup bermasyarakat itu adalah rukun bagi manusia agar benar-benar dapat mengembangkan budayanya dan dapat mencapai kebudayaannya. Tanpa masyarakat hidup manusia tidak dapat menunjukan sifat-sifat kemanusiaan. Misalnya Casper hauser yang berumur 18 tahun, dia adalah anak yang diketemukan di Neurenberg (Jerman) belum pernah hidup bermasyarakat. Ternyata setelah dibawa ke dalam kehidupan masyarakat ia tidak dapat berjalan dan berbahasa. Demikian pula Kala dan Komala, 2 orang anak perempuan yang diketemukan dalam sarang serigala di India juga mempunyai sifat-sifat seperti di atas.
Dipandang dari sudut antropologi, manusia dapat ditinjau dari 2 segi, yaitu:
1.      Manusia sebagai makhluk biologi.
2.      Manusia sebaga makhluk sosio-budaya.
Sebagai makhluk biologi, manusia dipelajari di dalam ilmu biologi atau anatomi; sebagai makhluk sosio-budaya manusia dipelajari di dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dengan  akal budinya dan struktur fisiknya yang dapat mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya. Juga memahami, menuliskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
Akhirnya terdapat suatu konsepsi tentang kebudayaan manusia yang menganalisis masalah-maslah hidup sosial-kebudayaan manusia. Konsepsi tersebut ternyata memberi gambaran kepada kita bahwa hanya manusialah yang mampu berkebudayaan. Sedangakan hewan tidak memiliki kemampuan tersebut. Mengapa hanya manusia saja yang dapat memiliki kebudayaan? Hal ini dikarenakan manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang kesemuanya itubersumber pada akal manusia.[7]
Dengan melihat uraian di atas maka, ternyata bahwa manusia, masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat lagi dipisahkan dalam artinya yang utuh. Karena ketiga unsure inilah kehidupan makhluk sosial berlangsung.
Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan hak. Sebaliknya manusiapun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat menunaikan bakat-bakat manusianya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.

G.    Goncangan kebudayaan (Culture Shock)
Istilah Culture Shock ini pertama-tama dipopulerkan oleh Kalervo Oberg. Ia menggunakan istilah ini untuk menyatakan apa yang ia sebut sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang secara tiba-tiba dipindahkan ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan sendiri. Oberg mengatakan culture shock ini merupakan suatu bentuk penyakit mental, yaitu penyakit yang tidak disadari oleh korbannya. Ia mengatakan bahwa penyakit ini timbul akibat kecemasan karena orang itu kehilangan (tidak lagi melihat) semua tanda-tanda dan lambang-lambang pergaulan sosial yang sudah ia kenal dengan baik.
Oberg mengemukakan empat tahap yang membentuk siklus cultural shock baik orang-orang yang terjun dibidang karier (sedang orang-orang yang lain dapat diduga akan mengikuti pola yang serupa). Tahap pertama atau tahap inkubasi (kadang-kadang disebut tahap bulan madu), ialah tanpa waktu orang merasakannya sebagai suatu pengalaman baru yang menarik. Selama tahap ini besar kemungkinan bahwa orang itu akan hidup lebih baik dibandingkan hidupnya yang lama.
Tahap kedua ditandai dengan suatu perasaan dendam dan tahap ini disebut tahap kritis. Disini terlihat bahwa segala sesuatunya tidak beres, misalnya kesulitan bahasa menimbulkan kesulitan terhadap pembantu rumah tangga, kesulitan di sekolah dan segala macam kesulitan yang lain. Pada masa inilah korban dari cultur shock itu menjadi bersikap agresif dan bersekutu bersama orang-orang sebangsanya untuk mencemoohkan segala sesuatu yang dianggap buruk di Negara yang ia datangi itu, dan pesta-pesta pertemuan yang mereka dapat sesama mereka selalu memperdengarkan kritik-kritik yang mereka lontarkan terhadap corak kehidupan serta penduduk disitu.[8]

H.    Mempertahankan Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan merupakan cermin dari suatu bangsa, dari kebudayaan suatu bangsa dapat dikenal oleh seluruh dunia, tinggal bagaimana kita melestarikan suatu kebudayaan yang kita miliki sekarang, jaman moderenisasi tidak harus menggilas kebudayaan yang sudah ada yang menjadi kebanggaan kita dari dulu tapi bagaimana jika tren moderenisasi yang harus mengikuti kebudayaan kita, itu yang harus dipikirkan bersama oleh semua pihak. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan yang sangat beraneka ragam baik jumlahnya maupun keanekaragamannya, karena Indonesia bukanlah negara yang memiliki hanya satu daerah sehingga kebudayaan bangsa Indonesia adalah kebudayaan lokal. Indonesia terdiri dari 36 provinsi dan setiap provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Di Indonesia kebudayaan dapat terbagi menjadi beberapa karya seni, seperti, Tarian, Pakaian adat, Makanan khas dan masih banyak lagi.
Seiring berkembangnya zaman,menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal. Begitu banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dim`asa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing ke Indonesia yaitu seperti model pakaian, lagu-lagu barat, dan lain-lain. Pada kenyataannya generasi muda zaman sekarang lebih menyukai budaya luar dibandingkan budaya bangsa Indonesia. Perlu adanya kesadaran diri akan pentingnya melestarikan kebudayaan sendiri, agar tidak punah.
Cara mempertahankan kebudayaan yaitu :
1.      Menghargai Kebudayaan
2.      Mengenali dan Bangga akan Budaya Indonesia.
3.      Mencintai budaya kita sendiri, tanpa merendahkan atau melecehkan budaya luar.
4.      Tidak mudah terpengaruh dengan masuknya budaya luar.
5.      Selalu mempertahankan kebudayaan Indonesia agar tidak punah.
6.      Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya budaya sebagai jati diri bangsa.
7.      Memafaatkan teknologi.
Oleh karena itu kita harus mempertahankan kebudayaan kita yang sudah ada dengan melestarikan dan memperkenalkan kebudayaan kita ke negara asing agar mereka bisa menikmati kebudayaan kita tanpa harus direbut dan diakui oleh bangsa asing. Kita sebagai generasi muda penerus bangsa, harus mempertahankan atau melestarikan kebudayaan Indonesia dengan kesadaran diri, agar kebudayaan Indonesia tidak punah.[9]

I.       KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positif ataupun negatif. Kebudayaan adalah sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Unsur-usur kebudayaan meliputi kepercayaan, nilai, norma dan sanksi, teknologi, simbol, bahasa, dan kesenian. Dan kemudian  kebudayaan memiliki wujud dan ciri kebudayaan, wujud kebudayaan  meliputi wujud ideal, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Selain memiliki wujud, kebudayaan juga memiliki ciri-ciri yaitu kebudayaan adalah produk manusia, selalu bersifat sosial, diteruskan lewat proses belajar, bersifat simbolik dan sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia.
Kebudayaan merupakan cermin dari suatu bangsa, dari kebudayaan suatu bangsa dapat dikenal oleh seluruh dunia, tinggal bagaimana kita melestarikan suatu kebudayaan yang kita miliki sekarang, seperti halnya dengan Indonesia bahwa indonesia mempunyai kebudayaan yang ragamnya banyak jumlahnya maupun keanekaragamannya. Seiring berkembangnya zaman perlu adanya kesadaran mempertahankan dan melestarikan budaya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Bakker. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 1984.
Maran, Rafael Raga. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Rineka cipta, 2000.
Setiadi, Elly M, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana, 2006.
Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor Selatan: Galia Indonesia, 1993.
Tri, Joko P. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.





[1] Bakker. Filsafat Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1984). Hlm. 11.
[2] Elly M. Setiadi, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta : Kencana, 2006). Hlm. 173.
[3] Ibid. Hlm. 27-28. 
[4]  Supartono. Ilmu Budaya Dasar (Bogor Selatan: Galia Indonesia, 1993). Hlm. 31.
[5]  Ilmu Sosial dan Budaya Dasar…….. Hlm. 28.
[6]  Rafael Raga Maran. Manusia dan Kebudayaan (Jakarta: Rineka cipta, 2000). Hlm. 49.
[7] Joko tri P, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004). Hlm.  35.
[8]  Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991). Hlm. 209-210.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar